Kertas “Pembatas” Sukarno
Saat membaca buku, terutama jenis buku baru, akan ada sebuah kertas kecil mungil. Untuk apa kertas itu? Untuk sebuah batas sampai dimana halaman buku yang kita baca. terkadang fungsi ini ada pada sebuah tali atau pita warna warni. Sedangkan pada buku lama yang tidak ada pembatasnya, kakek saya menggunakan sobekan kertas atau amplop untuk pembatasnya. Sedangkan sekarang jika tidak ada kertas pembatasnya menggunakan kertas yang ada dengan menekuk membuat lipatan. Atau dengan memberikan coretan pada kalimat penting dan pamungkas untuk sekedar pengingat. Atau ada lagi yang menggunakan kertas warna warni kecil sticky note untuk memberikan sebuah headline. Itulah sekilas tentang cerita sebuah kertas pembatas buku
Apa relevansi kertas pembatas dengan Sukarno? Tidak ada kaitan jika kita tidak mengaitkan. Atau mungkin sama sekali tidak terkait sama sekali, toh hanya sebuah judul untuk sebuah tulisan. Biar terus menerus untuk membaca kalimat berikutnya. Kertas pembatas ini muncul sebagai sebuah batas dalam perenungan. Untuk menggambarkan sebuah situasi dan judul yang menarik untuk menembus lorong waktu yang begitu panjang. Sepanjang keterkaitan antara satu ide atau penemuan pemikiran yang terjaring diantara koleksi khusus Bung Karno dan koleksi nomor 900 yang berada di lantai satu Perpustakaan Bung Karno Kota Blitar.
Ada sejarah panjang yang belum terbaca dengan komplit sekomplitnya dan tentunya dunia imajinasi apa yang terbayangkan dalam benak Sukarno tentang Indonesia di masa depan. Sejarah perjalanan “Indonesia Lahir” adalah sebuah tatanan baru yang mungkin yang masih butuh proses panjang. Bila dibanding dengan perkembangan sejarah bentuk-bentuk pemerintahan masa lalu. Seperti Sriwijaya, Dhoho, Majapahit, Singosari atau era Kesultanan Mataram dll. Indonesia adalah sebuah tatanan baru yang masih dan terus menerus untuk menggali tentang ke-Indonesiaan. Mengapa ?
Paragraf berikutnya meneruskan “mengapa?” ke-Indonesiaan harus terus digali. Buktinya banyak pengunjung yang datang ke Makam Bung Karno untuk berziarah. dan berziarah ini terdapat sebuah stratifikasi atau penggolongan kelompok-kelompok peziarah. Tipe :
- Peziarah murni golongan jamaah yasin tahlil
- Peziarah para pejabat sipil, aparatur negara, TNI/POLRI
- Peziarah politik jelang pemilu / pilkades / pilkada
- Peziarah agama
- Peziarah mencari wangsit
- Peziarah wisatawan biasa
- Pengunjung perpus dan museum ( termasuk pegawai, pedagang, anggota perpus, tukang parkir, koordinator, event organizer, tamu undangan kehormatan dll )
Mereka terus berdatangan hampir tiap hari termasuk jenis berbagai tipe peziarah tadi. Tidak ada lain ingin melihat sebuah makam presiden pertama. Dan jika waktunya panjang akan menjelajah pemikiran yang mendalam tentang Bung Karno. Jika pengunjung mempunyai literasi tinggi setelah membaca spanduk sejarah di belakang patung Bung Karno yang duduk membaca buku. Ada yang tersesat hingga ditegur satpam karena masih membawa tas atau memakai jaket. “Permisi Pak tas dan jaketnya dititipkan disini”. sambil dengan wajah agak kebingungan. Selanjutnya masuk ke ruang perpustakaan masih disapa tegur kembali oleh petugas. “ Mohon maaf anggota atau bukan, mohon mengisi buku tamu terlebih dahulu “ . Dan akhirnya setelah melalui dua penyaringan akhirnya bisa bahagia menikmati buku-buku walaupun…. akhirnya agak kurang lega karena hanya bisa baca di tempat tidak boleh dipinjam bawa pulang. Untungnya ada spanduk I-Soekarno yang bisa di instal di handphone untuk bekal perjalanan pulang.
Moga-moga risalah ini banyak dibaca oleh Marhaen.
Sukarno 1933
Berapa tahun 2023 – 1933 = 90 tahun. waktu 90 tahun menjadi “pembatas” untuk mencapai Indonesia. Sebuah kutipan di dalam risalah Di Bawah Bendera Revolusi 1. Sudahkan risalah ini dibaca seluruh warga Marhaen Indonesia ? dan masih relevan pemikiran Sukarno bahwa imperialisme modern sudah berganti wujudnya, sifatnya, cara dan sepak terjangnya, berganti segala-galanya. Namun hanya satu yang tidak berganti, yakni kehausan mencari rezeki.
Kertas pembatas Sukarno inilah yang harus kita sambung gayung bersambut antar semua elemen masyarakat. Khususnya antar elemen dalam Perpustakaan Museum Bung Karno, pembaca, pengunjung, pedagang, pegawai, satpam, pejabat, rakyat, tukang becak, penjaga makam, tukang poto dll. Karena team “Dapur Nasionalisme” punya tugas berat untuk melayani segenap warga Bangsa Indonesia. Agar “Kertas Pembatas Sukarno” tidak menjadi sebuah hal yang dilupakan atau terlupakan. Tetapi menjadi sebuah estafet untuk Mencapai Indonesia Merdeka.
Pustaka :
- Sukarno. DI Bawah Bendera Revelosi Jilid Pertama. Sub judul : Mencapai Indonesia Merdeka